Senin, 30 Juni 2014

Waktu Berkata Edisi 4

30 Juni 2014.


~Bila sampai di malam ini aku masih bertahan ini semua ku persembahkan untukmu~

***
Satnite.
Kamar utama.

"Mami, bantal aku mana ?" Tanya dede

"Bukannya tadi ada diatas ?" Mami balik tanya dengan mata menatap layar televisi

"Gak ada mom"

Papi yang juga sedang menonton terusik dengan pertanyaan dede. Ia menoleh memperhatikan percakapan kami bertiga.

"Cici, bantal aku mana ? Tadi ada disini.."

"Ih, mana cici tau. Coba cari dulu yang bener." jawab Jessica.

"Huhuhu .. Gak adaaa.." mimik wajah mau nangis.

"zzzzz.."

Lalu Jessica membantu mencari bantal kesayangan Jennifer. Ia mencoba mengangkat ranjang yang ada di lantai.

"Ini apa ? Tadi kan angkat kasurnya masa gak lihat ?" ungkap Jessica

"Huh..Bantal aku" Jawab Jennifer dan meraih bantal kesayangannya.

"Wooohh.. Carinya gak bener" sorak Jessica

"Wooohh.. Dasar.. Hahaha.." disusul sorakan papi

"Hahaha.. di ketawain papi kan ." imbuh mami

Kami pun tertawa bersama.


                                                                          ***

Bahagia.
Ingatan papi membaik bahkan bisa feedback apa yang kami sampaikan. Candaan, dan tawa nya mulai kami dengar minggu ini. Semagatnya untuk bekerja juga terlihat pagi ini. Papi yang kami kenal. Meski terkadang, masih susah untuk makan. Setidaknya, hati kami tambah tersenyum melihat perkembangan papi yang terus membaik.


1460.
For me, waktu yang tak pernah aku mimpikan.

For me, waktu ini terlalu sulit tapi juga terlalu indah

For me, waktu yang menempaku menjadi seorang yang kuat dan tegar

For me, ini adalah waktu berkata


1460.

Pinta ku,

Segeralah waktu ini memanggil kepada alam yang sesungguhnya.

Segeralah menggapai apa yang sempat tersia-siakan.

Segeralah membawa harum semerbak nan indah itu

Segeralah . . .


1460.

Terima kasih Tuhan untuk waktu yang tak biasa ini.

Terima kasih hingga detik ini Kau setia menuliskan cerita ini

Kau adalah kekuatan kami

Kau adalah penulis dan sutradara terbaik kami

RancanganMu tak pernah gagal God

Terima kasih untuk semua proses yang ada


1460.

Selamat ulang tahun waktu berkata.

Selamat berpetualang dengan kanvas dan warna yang berbeda.



~Bila kini aku bahagia bukan hanya untukku disini kita pernah menangis bersama~


(Jessica)

Selasa, 24 Juni 2014

Menjelang Waktu Berkata Edisi 4 (2)

Minggu ke-4.
Juni.


"Dek, papa gimana kabarnya ?"

"Puji Tuhan, makin baik. Belum pulih banget ci. Masih suka lupa. Hari ini check up ke dokter trus terapi"

"Puji Tuhan yaa dekk .. ({})"

"Iya cii..  maunya pulih seutuhnya trus bisa aktifitas, canda tawa, jalan-jalan. Mau papi sebelum sakit ci :)"

"Pelan-pelan dekk, ini namanya proses, Jess. Tapi percaya dibalik proses Tuhan mau kasih sesuatu yang lebih indah"

"Iya cii.. aku percaya itu. Yang penting gak boleh menyerah kan ? :)"

"Iya say ({}) Jesus with u!"

Percangkapan singkat via BBM dengan kabid kesayangan JC MP, Ci Rosi, melamburkan hati dan pikiranku ke tempat nan jauh disana.

                                                                      ***

 "Proses yaa God ?" Tanyaku kemudian

Aku tidak asing dengan kata 'proses'. Aku belajar banyak tentang proses setahun lalu. Yang namanya di proses, sangat tidak enak karena kita harus belajar sakit, belajar merelakan sesuatu yang menurut kita baik. Tak jarang, saat di proses kita seperti keset, yang terinjak-injak, dianggap tak berharga, hina banget rasanya.


Untuk episode proses kali ini, cukup mengejutkan,  tak terduga bahkan. Karena proses itu datang dari kelurga tercintaku. Bukan kali pertama memang, keluarga tercintaku menghadapi tangtangan demi tangtangan, pergumulan demi pergumulan. Bisa dibilang untuk kasus ini terbaru bagi keluarga tercintaku. Tak heran, sempat mengalami syock terapi ketika mengetahui papi terkena strock ringan dan pembuluh darah sebelah kanan di kepalanya pecah.

                                                                       ***


Proses itu ibarat bungkus kado, kita gak akan tau hadiah istimewa apa yang akan kita dapatkan sebelum membuka bungkusnya.

Pertanyaannya :
"Berapa banyak bungkus kado yang harus kita buka ?"

Teringat pada acara tukar kado dengan teman-teman, salah seorang bersusah payah membuka lapisan demi lapisan bungkus kado yang ternyata sudah di rencanakan sebelumnya oleh seoarang temanku. Tak ingat pasti berapa banyak bungkus kado yang ia buka untuk sebuah hadiah keren di dalamnya. Beberapa orang tertawa melihat 'perjuangan' si penerima kado, beberapa orang menunjukkan ketidaktegaannya.

"Masih ada lagi ?" Tanya si penerima kado

Terlihat dari pancaran wajahnya yang mulai lelah, kesal, juga penasaran. Akhirnya, seluruh bungkus kado itu terbuka dan si penerima kado mendapatkan hadiah yang sangat keren.

Pertanyaan berikutnya :
1. "Apakah yang terjadi jika si penerima kado enggan meneruskan membuka bungkusnya ?"

2. "Apakah yang membuat si penerima kado berhasil membuka bungkus kadonya ?"

(renungkan dan coba jawab)

 
Dan jawabanku ...

1. Kemungkinan pertama ia tidak mendapatkan hadiah kerennya.
Kemungkinan kedua ia mendapatkan hadiah kerennya tapi ia kehilangan sesuatu yang paling berharga dan indah (baca: makna/pembelajaran) jauh lebih keren dari hadianya sebab yang membuka bungkusnya adalah orang lain.

 2. Setia.
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) arti kata setia adalah teguh, patuh, taat. So, kita bisa belajar, walaupun lelah, menjengkelkan, karena gak habis-habis bungkusnya, si penerima kado tetap teguh, tak berpaling mencari jalan lain. Menjadi setia itu tak mudah, benar gak ? Ada pergorbanan di dalamnya. Mengorbankan waktu, tenaga, uang, bahkan ada yang ekstrim mengorbankan teman, keluarga, atau kerabat (kalau yang ini jangan dilakukan yaa teman-teman).

Aku belajar kesetiaan dari cinta. Dulu, aku jatuh cinta pada seseorang. Dalam perjalanannya seseorang itu memilih langkahnya sendiri (broken heart). Mencoba move on, rasanya susah banget. Sampai bertanya sendiri: "Mengapa orang lain mudah move on ?" Berbagai cara pernah dicoba (gak sampai ke dukun minta jampe-jampe kok), hasilnya nihil. Tetap sakit, tetap patah hati. (sedih banget yaa :p). Cara paling ampuh ya berdoa. Saat itu aku bilang, mau move on tapi gak mau kaya orang-orang di luar sana. Seperti aku mendapatkan makna dari cinta begitu pula dengan move on, aku mau mendapatkan maknanya juga.  Akhirnya, doaku terjawab.Dan salah satunya yang kita bahas ini. S-E-T-I-A. Setia sampai akhir.

Dalam konteks cinta kata 'akhir' terbagi dua, yaitu ; sad ending or happy ending. Mungkin, kisah percintaanku, setia dengan akhir yang sedih (karena tidak bisa di jangkau) tapi tidak dalam konteks proses, selalu berakhir bahagia. Kok bisa ? Jelas, karena proses adalah cara Tuhan menuliskan kisah hidup kita. Dan kita tau, Tuhan adalah sutradara dan penulis terbaik di alam semesta ini. Jadi, apapun yang IA tuliskan pasti happy ending :)

Sama halnya dengan meraih cita-cita atau mimpi. Butuh kesetiaan agar tidak mudah melepas cita-cita atau mimpi, kala berbagai ombak silih berganti.

Setia itu penting.

                                                                  ***

Aku percaya, tulisan-Nya belum usai. Ia sedang merangkai cerita demi cerita menjadi 'buku kehidupan' yang layak dibaca juga menjadi 'film kehidupan' yang wajib di tonton.

Cepat sembuh papi.. I love you :') :* ({})


"Seperti cinta yang mengajarkan kesetiaan, begitu pun dengan proses. Setia sampai akhir. Sampai mendapatkan 'hadiah istimewa' dibalik 'bungkus kado'nya"


(Jessica)


Kamis, 12 Juni 2014

Menjelang Waktu Berkata edisi 4

"Keindahan hidup bukan saja saat perjalanan lancar, tetapi dari setiap kemacetan hidup yang ada"


Minggu ke-2 Juni.

Seperti kilat datangnya tiba-tiba.
Perubahan mendadak yang dialami papi tercinta sontak membuat keluarga kuatir dan bertanya-tanya. Papi yang tak biasa. Terdiam. Setiap ditanya ngawur bahkan tak ingat sama sekali. Papi hanya terbaring lemah di kamar tanpa ucapan yang selalu kami dengar dan terkadang ia tak sadar hampir melakukan tindakan ektrim. Where is my dady ?

Tangis kesedihan tak henti dari pelupuk mata kami. Saudara-saudara seiman datang bergantian menjeguk dan mendoakan papi. Tak lupa beberapa saudara kami turut hadir. Cukup miris melihat perubahan papi yang drastis. Ada rasa takut yang tak diundang mengetuk pintu hatiku.

Masih di minggu yang sama (ke-1), mami memutuskan untuk membawa papi ke dokter setelah sempat yakin papi tidak sakit apa-apa (aku sempat memberi saran untuk membawa papi ke dokter). Dan hasil diagnosa dokter mengatakan papi terkena stroke ringan dan harus ditindaklanjuti oleh dokter syaraf. Pedih.Takut itu mencoba mengetuk pintu hatiku lebih keras lagi. Jujur, aku tak sanggup melihat papi yang terbaring lemah. Aku kangen papi. Kangen suaranya, canda tawanya, guyonan dan ketegaran papi yang selalu terpancar dari wajahnya. I really really miss you dady :"(

Keesokkan hari (5/6) papi ke rumah sakit  untuk konsultasi lebih lanjut dengan dokter syaraf. Beliau mengatakan papi harus melakukan CT-scan untuk memastikan syaraf mana yang mengalami gangguan. Harusnya di hari yang sama papi CT-scan, namun karena faktor biaya kami menunda pemeriksaan tersebut dan hanya diberikan obat 'dugaan sementara' oleh dokter. Singkat cerita, Tuhan buka jalan untuk pembiayaan berobat papi sehingga keinginan awal kami untuk merawat secara 'tradisional' dibatalkan dan kembali dengan jalur 'modern'.

(6/6) Papi medical Check up di salah satu laboratorium di Bintaro.

(7/6) kami mengatarkan papi ke rumah sakit untuk konsultasi dan CT-scan. Hasil laboratorium mengatakan gula dan korestrol papi tinggi sehingga harus menjaga pola makan agar stabil kembali.
Dan hasil CT-scan menunjukkan (berdasarkan penjelasan dokter) pembuluh darah di kepala papi sebelah kanan pecah. Deg. Seperti petir yang entah yang sudah keberapakali datang di lubuk hati kami masing-masing. Lagi, air mataku tak terbendung. Aku melawan semua rasa takut yang terus mengetuk hati dan pikiranku dengan sebuah kalimat: "Papi harus sembuh seperti sediakala Tuhaaaaannn. Harus sembuh."

                                                                  ***


Secara manusiawi, melewati hari demi hari di bulan ini sungguh berat. Masih tidak percaya ada petir yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah kami. Jika hari ini aku dan kami ada, semua karena kekuatan dari Tuhan. DIA yang memampukan kami berjalan meski tertatih-tatih. Dan yang membuat kami tetap bersyukur, melihat perkembangan papi yang lebih baik dari sebelumnya. Mau keluar kamar, makan, jalan-jalan di sekitar kompleks, dan mulai mengenali siapa dan apa meski belum seutuhnya. (Walau hati kecilku sangat merindukan papi sebelum sakit). Papi harus sembuh seutuhnya :')


Inilah hidup.
Pada akhirnya hidup perlu dinamika.
Hidup perlu hujan dan matahari.
Hidup perlu tawa dan air mata.
Hidup perlu gelombang.

Jika hidup tidak memerlukan dinamika, kita tidak akan belajar bahwa hidup itu anugrah.


"Terkadang, yang terpenting bagi Tuhan justru bukan tujuannya tapi perjalanannya"

(Jessica)

Minggu, 01 Juni 2014

Waoohhh Junii

Jessica mau cerita ...


Hari ini aku ikut gereja keluarga (berhubung saya nyasar sendiri). Tempat gereja biasanya ada di JCC. Karena tempatnya di pakai berpindahlah ke Gandaria City. Aku pergi bersama cici dan koko. Singkat cerita, sampailah kami di Gandaria dan menuju lift untuk naik ke lantai 3. Kami bersama rombongan tak di kenal masuk ke dalam lift. Aku tekan tombol 1 agar lift dapat membawa kami kesana. Anehnya, tombol tersebut tidak bisa di tekan (biasanya berubah warna menjadi merah). Pintu lift sudah tertutup dan bergerak naik satu lantai. Dan tiba-tiba ....
"Jlep" lampu lift mati seketika.
Beberapa saat kemudian lampu menyala tapi lift tidak bergerak. Kami memutuskan keluar dari lift dan naik eskalator.

                                                     *****


Cerita ini di kisahkan oleh mami dan dede.
Papi, mami, dan dede pulang bersama usai ibadah. Mereka ke parkiran untuk mengambil motor papi. Entah mengapa papi nabrak motor orang di parkiran (selamat motornya gak kenapa napa). Sampai di loket pembayaran ..
"Karcisnya mana pak?" Tanya petugas loket
"Ini" jawab papi sambil memberikan STNK
"Karcisnya pak" petugas tersebut mengulang kembali
Dengan ekpresi datar papi tetap memberikan STNK. Mungkin mami panik, dan marah marah terus sama papi.
"Udah mi jangan marah-marah" ucap dede dengan nada agak kesal.
Lalu dede turun dari motor dan membantu papi mencari karcis motornya dengan tenang.
Di jalan ...
Papi membawa motor tak seperti biasanya. Seperti seseorang yang baru belajar bawa motor.
"Papi kenapa sih ? Ngantuk ?" Tanya mami dengan rasa panik dan kesal
"Udah berhenti dulu"
Singkat cerita, seperempat jalan dede turun naik angkot, sementara mami sama papi. Lagi, jika mami tidak mencegah papi, sebuah kecelakaan pasti terjadi. Puji Tuhan, papi, mami, dan dede selamat sampai rumah.
                                           
                                                                      ****


Dua cerita diatas adalah kali pertama kami alami. Sampai sekarang gak kebanyang jika aku, cici, koko, beserta penumpang lift lainnya terjebak di dalam lift itu. Mungkin aku gak tulis blog ini sekarang. Begitu pula dengan kedua orang tua dan adeku. Puji Tuhan, aku masih bisa melihat mereka dengan  sempurna.
Satu hal, aku sangat bersyukur penyertaan Tuhan ajaib dan sempurna.
Bersyukur masih di izinkan Tuhan bernafas bebas. Puji Tuhan banget :D

Terima kasih Tuhan untuk semua perkenananMu.


"....TanpaMu apa jadinya ku ...."
                                                     Jessica.