Jumat, 30 Mei 2014

Mei Yang Tak Biasa

Waktu berjalan begitu cepat, dua hari lagi kita akan memasuki bulan juni, dimana menandakan kita ada di pertengahan tahun 2014. (merasa gak sih cepat banget ?)

Seperti yang kita ketahui, bulan Mei 2014 banyak tanggal merah alias libur Biasanya, aku males banget kalau tanggal merahnya ke jepit (masuk-libur-masuk). Apalagi minggu terakhir bulan Mei. Senin hitam, Selasa merah, Rabu hitam, Kamis merah, Jumah hitam, Sabtu hitam, Minggu merah. Kesal sendiri, kenapa membuat hari libur satu hari masuk, satu hari nggak ? Tak ada penentuan yang lebih baik ?

                                                                 ***
Semua orang ingin perubahan, tapi tidak semua orang siap dengan perubahan.

Pertama kali ciciku mulai bekerja. Aku orang yang paling merasakan kehilangan. Kenapa ? Karena kita akan bertemu seminggu sekali (selama hari kerja cici tinggal bersama tante) ditambah dengan rencana kepindahan rumah. Bertemu seminggu sekali hal yang paling berat buat aku. (sampai pindah rumah). Harus terbiasa 'kehilangan' beberapa wajah anggota rumah (gak cuma cici aja akhirnya)  yang setiap hari aku lihat. Keceriaan, kerusuhan, berantemnya, suaranya, jahilnya, semua hal tentang mereka. Yang membuat warna lain di dalam istana kecil kami. Walaupun dunia teknologi sudah semakin canggih, bisa keep contact meski jauh, tetap 'rasa' nya lebih bermakna saat kita bersama face to face. Dan itu salah satu kerinduanku sampai sekarang.


Nah, hari libur nasional kali ini adalah liburan teristimewa untuk aku. Sebab, tanggal merah yang menyebalkan itu  menjadi waktu  kebersamaan dengan keluarga kecilku. (Apalagi minggu terakhir). Rasa rindu memiliki family time seperti dulu rasanya terobati. Tuhan memang sangat baik. Tuhan memang tahu, jauh sebelum kita katakan bahkan hari ini ada. Tuhan lebih tahu apa yang ada di depan kita sebelum kita mengetahuinya. Aku yakini, tanggal merah boleh di rancangkan oleh pemerintah, tapi Tuhan pakai moment itu untuk menyatukan kebersamaan yang sempat menghilang di dalam keluarga kecilku.


Bahagia itu sederhana.

Ketika melihat seluruh anggota keluargaku ada seakan tanpa ruang dan waktu :')

Mei yang tak biasa.



Jessica.


Rabu, 21 Mei 2014

Menempuh Hidup Baru

Tulisan ini dipersembahkan khusus untuk seluruh pembaca yang baru saja meraih kemenangan Ujian Nasional.

"Selamat menempuh hidup baru untuk teman-teman SMA/SMK and my beloved brother"


"Loch kok, menempuh hidup baru ? Memangnya menikah ?

Ya,. seringkali kalimat 'menempuh hidup baru' tertuju untuk seseorang yang baru menikah. Tapi tahukah Anda bahwa 'menempuh hidup baru' juga berlaku untuk anak-anak muda yang resmi menyadang status 'alumni'  anak sekolahan?

Anak muda sangat bahagia ketika mendapatkan gelar 'alumni' anak sekolahan. Seolah-olah mereka baru saja keluar dari tembok-tembok yang mencekam. Kalian taulah yaa.. menyandang status anak sekolahan dianggap banyak orang 'anak kecil' yang apa-apa perlu pengawasan ketat. (hei anak muda, jujur). Nah, ketika mendapatkan gelar 'alumni' anak sekolahan mereka merasa bukan lagi anak kecil dan memiliki wewenang lebih untuk menentukan pilihanya.

Mengapa dikatakan 'menempuh hidup baru' ?
Sebab, ada satu fase kehidupan yang berbeda dan menuntut sebuah pendewasaan yang matang. (itu jawaban versi Jessica belum menikah). Sebagai seseorang yang belum menikah, saya memang tak banyak pemahaman mengenai bahterah rumah tangga. Tapi uniknya, kalimat 'menempuh hidup baru' bisa di maknai dalam versi sederhana 'ala' anak muda.

Kalau di ibaratkan, kelulusan dari bangku sekolah adalah pesta wedding. Semua orang (yang kenal kita) bahkan alam pun turut andil dalam perayaan kebahagiaan. Bersukacita cita pastinya. Pesta wedding (baca: perayaan kelulusan) bukan saja tentang kebahagiaan sesaat tetapi tentang bagaimana kita melanjutkan kehidupan. Jauh-jauh hari sebelum Ujian Nasional dilaksanakan kita sudah memikirkan mau kuliah atau bekerja ? Kalau kuliah (mau dimana dan jurusan apa), kalau kerja (mau dimana dan bentuk perkerjaannya seperti apa).


Satu kalimat dari salah satu guruku setahun lalu:
"baru naik satu tangga dan masih banyak tangga-tangga lain untuk mencapai puncak"

Secara kasat mata, kalimat diatas sederhana banget (mungkin) mudah untuk dilakukan. Namun dibalik itu, ada jutaan makna terdalam yang kini aku belajar mengertinya. Ibaratnya lagi, membangun bahterah rumah tangga tidaklah mudah. (masa?) Ya, coba aja tanya sama mommy and daddy kita bahkan kita bisa melihat bagaimana mereka memperjuangkan keluarga kecilnya agar tidak goyah. Dari memikirkan bagaimana mencukupkan kebutuhan pokok, mendidik dan mengurus anak (apalagi kalau anaknya nakal), bayar listrik, uang sekolah, bayar cicilan (kalau ada cicilan panci), belum lagi mikirin pekerjaan di kantor dan banyak hal lainnya. And you know, semua itu ada setelah pesta wedding. Seperti itu jugalah saat kita sudah lulus dari bangku sekolah. Mulai memikirkan bagaimana mengatasi tangtangan demi tangtangan saat kuliah dan/atau kerja. Kita akan menemukan hal-hal baru (persoalan), memperjuangkan agar rumah tangga (baca: kuliah dan/atau kerja) tetap utuh. Sederhananya, setelah pesta wedding kita akan menemukan berbagai hal yang tidak pernah kita pikirkan sebelumya.


Aku tidak tahu apa yang sedang kalian hadapi hari-hari ini. Apa mimpi dan cita-cita kalian. Satu hal, kalian (termasuk aku) sudah memasuki kehidupan baru, satu fase yang menuntut pendewasaan (gak mau di bilang anak kecil lagi kan?). So, apapun pilihan kalian (kuliah atau kerja), pastikan Tuhan berkenan. Biar saat kita kuliah atau kerja tidak sekedarnya, tapi belajar menemukan panggilan dan tujuan Tuhan dalam hidup kita. Ibaratnya lagi (yang ketiga), ketika kita tidak siap dengan berbagai tangtangan dalam rumah tangga maka akan mudah untuk memutuskan talak alias cerai (amit-amit dah).



Akhir kata, Jessica mengucapkan sekali lagi selamat menempuh hidup baru untuk teman-teman SMA/SMK and my beloved brother. Selamat berpertualang dengan cerita-cerita menakjubkan yang Tuhan tuliskan dalam hidup kalian. Selamat tidak disebut anak kecil lagi :D

God Bless You..


(Jessica)

Jumat, 16 Mei 2014

Karya-Nya Belum Usai (2)

Jakarta, 16 Mei 2014,

Satu bulan berlalu dari ancaman yang tertulis dari surat misterius itu. Satu bulan lebih, kami tetap bergulat antara memperjuangkan mimpi atau sebuah keinginan belaka. Aku tidak mengerti Tuhan sedang menuliskan cerita ini seperti apa. Tapi aku terlalu yakin, tulisanNya akan berakhir happy ending.

Ini aku.
Yang mungkin tak banyak suara di dalam 'kemah' kami
Aku ..
Yang mungkin (bagi mereka) tak peduli akan apa yang terjadi.

Dear God,,
Cuma Tuhan yang tau dan mengerti isi hati aku. Tuhan, aku gak minta apa-apa selain minta bahu yang kuat. Berikan itu bukan saja untukku, terutama kedua orang tuaku. Tuhan, kuatkan hati dan kepercayaan kami kalau Tuhan sedang merangkai cerita yang sangat indah serta peran yang Engkau yakin kami orang yang tepat untuk memerankannya.

Dear God,,
Ajar kami menjadi orang yang paling tenang. setenang-tenangnya. Biar bukan perasaan negatif yang menguasai pikiran kami, tetapi perasaan positiflah yang ada pada kami. Tuhan, aku yakin, Engkau tak pernah tertidur. Minta bahu yang kuat God, seperti bahuMu waktu pikul salib.

Dear God,,
Terima kasih untuk semua proses yang ada. Iya, proses itu ibarat bungkus kado. Yang perlu kita lakukan membuka bungkus kadonya agar kita tahu dan mendapatkan hadiah istimewanya. Hanya buka bungkus kadonya. Terima kasih Tuhan sampai detik ini perkenanan dan penyertaanMu sempurna.


To my beloved Family ..
Jangan menyerah dan tidak boleh menyerah. Yakinlah kita jalanin ini gak sendiri, terlebih ada Tuhan Yesus yang selalu pimpin langkah kita. Don't be afraid. Kita harus TENANG. Please, buang semua hal negatif yang ada di hati dan pikiran kita. Yakinlah, rancangan Tuhan tepat pada waktunya dan indah pada akhirnya.
Semua cerita yang Tuhan tulis itu selalu happy ending. Yakin, kita raih hadiah istimewa itu. Semangat :')


Dari yang mencintai kalian,
Jessica.