Jumat, 11 Januari 2019

Air Dan Api

Kemarin (10/1) aku dan pasanganku pergi ke Alam Sutra.
Seperti biasa, kita mengendarai motor dengan kecepatan standar. Sampailah kami di pertigaan jalan bundar.

Taulah yak itu jalan bisa untuk ke kanan, kiri, lurus, bahkan puter balik jadi kudu hati-hati. Kita mau lurus, dari jauh kita udah lihat ada motor dari arah kanan mau lurus (kalau di posisi kita dia mau ke kiri).

Entah kenapa itu motor jalannya kaya siput dan ragu gitu, sampai kita tlakson dia gak gubris.
Secara bersamaan, tiba-tiba ada mobil bak dari belakang marah marah sama kita (mungkin mau nabrak kita tapi gak jadi).   Masih di tempat sama, dia marah-marah dari dalam, nyalain kita intinya. Kita gak terlalu menghiraukan dan kembali jalan. Ternyata dan ternyata, mobil tersebut mengejar kita  dan menyuruh kita minggir.

Hatiku dag dig dug plus agak kesel juga sama orang itu. And then, pasanganku turun dari motor dan 2 orang dari mobil turun. Si orang ini marah-marah, pasanganku udah jelasin kejadian sebenarnya dan kesel juga dia. Aku cewe satu-satunya disana takut kalau sampai tonjok-tonjokan secara mereka laki-laki semua (2 lawan 1 pula).

Situasi yang masih panas, aku melerai mereka. Aku berusaha agar 2 orang tersebut (terutama drivernya) tenang dan kembali ke mobil. Aku cuma bilang :

"tenang pak, sudah, sudah"

"Bapak tambah cape marah-marah"

"Tar dosa pak"

"iya, iya, terima kasih pak"

2 orang ini masuk ke mobilnya masih dalam keadaan marah-marah.

"Sudah pak, sudah, Tuhan berkati ya pak"

"Tuhan berkati pak"

Akhirnya mereka pergi dan aku kembali ke motor.



***


Dalam keadaan kaya gitu mudah banget buat aku tambah marah sama mereka. Karena kalau kita lihat jelas mereka yang ugal-ugalan. Terbukti saat mereka pergi kecepatan mengedarainya kenceng. Serobot sana, serobot sini. Kita yakin pas di pertigaan tadi, mobil tersebut melaju dengan kecepatan tinggi namun mereka gak mau disalahin.




**


Dalam kisah ini, aku belajar 2 hal :

1. Kita bisa jadi air dan api.

Api indektik dengan panas, kegeramaan, marah, sementara air indektik dengan ketenangan, menyejukkan, damai.

Dalam situasi tadi, aku bisa jadi api (ikut marah-marah), namun aku memilih jadi air (tenang, nada bicara datar, dan melerai 2 orang tersebut). Saat itu aku membaca situasi, kalau aku ikutan marah, kesel, masalahnya gak bakal selesai. Karena pasanganku juga sudah mulai kena "api kecil".


2. Belajar memberkati orang yang jahat sama kita

Kalimat "Tuhan berkati" adalah kalimat pertama kali aku ucapkan ke orang yang 'jahat' secara live. Awalnya gak ada kepikiran mau ucapin kalimat itu, tau-tau muncul. Sempet mikir, "kok bisa aku bilang kaya gitu ?". Mungkin, setelah aku ngomong "Tuhan berkati", orang tersebut tetap ugal-ugalan jalannya, masih marah sama kita atau melakukan hal yang sama ke orang lain. Namun percayalah, kelak kalimat tersebut bisa kasih dampak buat mereka (minimal hati mereka tenang).



***


Sekian curhat receh pertama 2019 di blog ini. Kiranya para pembaca mendapatkan hikmahnya.


Jesus bless you dan jangan lupa tetap tersenyum :)


-Jessica-