Kamis, 12 Juni 2014

Menjelang Waktu Berkata edisi 4

"Keindahan hidup bukan saja saat perjalanan lancar, tetapi dari setiap kemacetan hidup yang ada"


Minggu ke-2 Juni.

Seperti kilat datangnya tiba-tiba.
Perubahan mendadak yang dialami papi tercinta sontak membuat keluarga kuatir dan bertanya-tanya. Papi yang tak biasa. Terdiam. Setiap ditanya ngawur bahkan tak ingat sama sekali. Papi hanya terbaring lemah di kamar tanpa ucapan yang selalu kami dengar dan terkadang ia tak sadar hampir melakukan tindakan ektrim. Where is my dady ?

Tangis kesedihan tak henti dari pelupuk mata kami. Saudara-saudara seiman datang bergantian menjeguk dan mendoakan papi. Tak lupa beberapa saudara kami turut hadir. Cukup miris melihat perubahan papi yang drastis. Ada rasa takut yang tak diundang mengetuk pintu hatiku.

Masih di minggu yang sama (ke-1), mami memutuskan untuk membawa papi ke dokter setelah sempat yakin papi tidak sakit apa-apa (aku sempat memberi saran untuk membawa papi ke dokter). Dan hasil diagnosa dokter mengatakan papi terkena stroke ringan dan harus ditindaklanjuti oleh dokter syaraf. Pedih.Takut itu mencoba mengetuk pintu hatiku lebih keras lagi. Jujur, aku tak sanggup melihat papi yang terbaring lemah. Aku kangen papi. Kangen suaranya, canda tawanya, guyonan dan ketegaran papi yang selalu terpancar dari wajahnya. I really really miss you dady :"(

Keesokkan hari (5/6) papi ke rumah sakit  untuk konsultasi lebih lanjut dengan dokter syaraf. Beliau mengatakan papi harus melakukan CT-scan untuk memastikan syaraf mana yang mengalami gangguan. Harusnya di hari yang sama papi CT-scan, namun karena faktor biaya kami menunda pemeriksaan tersebut dan hanya diberikan obat 'dugaan sementara' oleh dokter. Singkat cerita, Tuhan buka jalan untuk pembiayaan berobat papi sehingga keinginan awal kami untuk merawat secara 'tradisional' dibatalkan dan kembali dengan jalur 'modern'.

(6/6) Papi medical Check up di salah satu laboratorium di Bintaro.

(7/6) kami mengatarkan papi ke rumah sakit untuk konsultasi dan CT-scan. Hasil laboratorium mengatakan gula dan korestrol papi tinggi sehingga harus menjaga pola makan agar stabil kembali.
Dan hasil CT-scan menunjukkan (berdasarkan penjelasan dokter) pembuluh darah di kepala papi sebelah kanan pecah. Deg. Seperti petir yang entah yang sudah keberapakali datang di lubuk hati kami masing-masing. Lagi, air mataku tak terbendung. Aku melawan semua rasa takut yang terus mengetuk hati dan pikiranku dengan sebuah kalimat: "Papi harus sembuh seperti sediakala Tuhaaaaannn. Harus sembuh."

                                                                  ***


Secara manusiawi, melewati hari demi hari di bulan ini sungguh berat. Masih tidak percaya ada petir yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah kami. Jika hari ini aku dan kami ada, semua karena kekuatan dari Tuhan. DIA yang memampukan kami berjalan meski tertatih-tatih. Dan yang membuat kami tetap bersyukur, melihat perkembangan papi yang lebih baik dari sebelumnya. Mau keluar kamar, makan, jalan-jalan di sekitar kompleks, dan mulai mengenali siapa dan apa meski belum seutuhnya. (Walau hati kecilku sangat merindukan papi sebelum sakit). Papi harus sembuh seutuhnya :')


Inilah hidup.
Pada akhirnya hidup perlu dinamika.
Hidup perlu hujan dan matahari.
Hidup perlu tawa dan air mata.
Hidup perlu gelombang.

Jika hidup tidak memerlukan dinamika, kita tidak akan belajar bahwa hidup itu anugrah.


"Terkadang, yang terpenting bagi Tuhan justru bukan tujuannya tapi perjalanannya"

(Jessica)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar