Selasa, 17 Desember 2013

Kehilangan: Meninggalkan dan Ditinggalkan

“Tak ada yang lebih menyedihkan dan (mungkin) menyakitkan dari pada kehilangan”

Visi tahun 2013 bukan saja tahun pemulihan seutuhnya, entering the next level, namun juga goncangan-goncangan. Dan aku sungguh merasakan dasyatnya goncangan-goncangan itu.

Januari 2013.
Antara rela dan tidak rela melepas kepergiaan seorang kakak rohani yang telah memberi banyak inspirasi untukku. Kepergiaannya bukan kembali ke rumah Bapa, tapi Ia pergi untuk menjalankan panggilan Tuhan dalam hidupnya. Hal paling berat, ketika ia pergi dengan meninggalkan estafetnya kepadaku, yaitu ‘keluarga kecil’ (COOL)  yang baru satu bulan terbentuk. Satu anugrah diberikan kepercayaan ini sekaligus perjalanan yang tidak mudah untuk dilalui, mengingat tak ada di benak ku sebelumnya tentang hal ini. Memimpikan saja tidak, tapi Tuhan percayakan. Hari demi hari, bulan demi bulan aku mencoba menerima ‘kepergian’ nya dengan ikhlas (meski sesungguhnya kehadirannya sangat penting) dan aku belajar untuk menjalankan sebaik-baiknya ‘mandat’ ini.


Maret 2013.
Belum rampung dengan rasa ‘kehilangan’ awal Januari, aku harus mengulang rasa yang sama. Kali ini datang dari sebuah ‘objek’ bernama TaMu. Pertemuan pertamaku dengan TaMu terjadi pada 22 September 2012 dalam acara bertajuk “KLASIK”. Sejak hari itu, aku sungguh merasakan (menemukan) kehidupan baru yang hampir hilang dari diriku. Selama enam bulan bersamanya, aku belajar hal baru, belajar mengejar ‘jati diri’ yang sesungguhnya, belajar memiliki mimpi.  Buatku, TaMu adalah setetes air di tengah kekeringan. Setetes air yang sudah mengubah jalan hidupku, Setetes air yang mengerakkan tangan Tuhan untuk membawaku menemukan ‘tanah subur’. Hanya setetes air! Kepergian TaMu ke Surga, hal yang sangat berat. Terpukul. Meski baru bersamanya selama enam bulan, rasanya tidak seperti 200 hari, lebih dari itu. Sempat ‘merasa’ putus harapan. Ketika banyak mimpi yang mulai datang dan ingin wewujudkan bersama TaMu, ia memilih pergi.

Desember 2013.
Kesibukan dalam dunia yang baru ia pijak, membuatku harus kehilangan patner ‘kerja’ yang cukup penting untuk menunjang kelancaran estafet yang sudah aku terima. Kabar ini baru saja aku terima dari seseorang. Miris dan sedih melihat kenyataan bahwa ia telah mengambil sebuah keputusan. Sangat disayangkan sebenarnya, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Setiap orang berhak memperjuangkan hidupnya. Aku hanya berharap, suatu hari nanti, patner ‘kerja’ ku bisa kembali dan berkumpul bersama lagi.


Seperti lagu ariel yang berkata: “tak ada yang abadi….. tak ada yang abadi…”
Kalau dipikir-pikir, memang di dunia tidak ada yang abadi. Apa yang ada sama kita sekarang, semuanya hanya sementara, termasuk hidup kita. Bahasa inggrisnya bilang: “Hidup di dunia ini cuma numpang, toh kehidupan yang sesungguhnya ada di dalam kekekalan”.

Ibarat mata uang, meninggalkan dan ditinggalkan adalah dua sisi yang tidak bisa terpisahkan. Mereka berjalan beriringan. Itulah, yang sangat aku rasakan selama 24.192 jam. Jika sampai detik ini aku masih ada sebagaimana aku ada, semua hanya kasih karunia Tuhan. Dia yang memampukan ku untuk tetap berdiri.

Tuhan itu kreatif. Dia bisa pakai cara apapun untuk mendidik, mengajari, menyatakan kuasaNya kepada kita, termasuk, tentang kehilangan ini. Aku belajar ‘ternyata’ sebuah kehilangan tidak selalu memburukkan. Buktinya apa? Jika saja kaka rohani ku tidak pergi, aku pasti tidak akan belajar arti bertanggungjawab. Jika saja TaMu tidak tinggalkan dunia ini, aku tidak akan pernah belajar arti memperjuangkan mimpi. Jika saja patner ‘kerja’ ku tidak mengambil keputusan yang sekarang, aku tidak belajar arti pemimpin itu apa. Sederhananya, sebuah kehilangan ‘hanya’ kunci kecil untuk membuka pintu besar yang sudah tersedia di depan kita. Kehilangan, membuat kita berjalan satu langkah lebih maju.


Terkadang, hidup izinkan kita kehilangan sesuatu agar menyadari kesalahan dan (atau) membangkitkan potensi terpendam yang ada di dalam diri kita”


-The end-

(Jessica)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar