Kali ini ceritaku di sponsori oleh Pilkada Jakarta Putaran Kedua :)
Lest cekidot..
Setelah menempuh perjalanan super dramatis (akibat macet tak kelar-kelar), sampailah di TPS 22 Jakarta Pusat, kecamatan Sawah Besar, Kelurahan Kartini dan memberikan form C6 kepada petugas.
"HP nya ttitp dulu ya" kata seorang petugas yang menerima form C6 ku
"Loch untuk apa dititp ?" Tanyaku penuh keheranan.
"Silakan baca aja disini" (menunjukkan papan yang berisi banyak tempelan kertas dan gambar).
Beberapa saat aku mencari keterangan yang menyatakan bahwa HP harus di titip dan sampai nama ku di panggil tak jua kutemukan.
"Dimana pak ? Saya tidak menemukan ?"
"Ya, tapi tetap HP nya harus dititp"
"Bisa tunjukan buktinya atau surat resmi ?"
Dan apa yang terjadi ....
Seorang ibu petugas menjawab :
"Ini sudah peraturan kami dan tidak ada yang masalah soal ini."
"Ya, saya hanya ingin melihat bukti asli yang menerangkan aturan ini karena hanya di TPS ini saja ada hal seperti ini, sementara TPS-TPS lain tidak."
Yak, mereka kelabakan karena tidak bisa menunjukkan bukti yang kuat dan sah. Malahan lempar sana, lempar sini. Intinya, terjadi 'perbicangan' singkat.
Aku pun menerima surat suara dan masuk ke bilik untuk melakukan pencoblosan. Mungkin, aku agak lama di bilik itu sampai salah satu petugas berusaha menghampiriku, padahal kondisi di TPS tersebut sangat sepi.
Sayang, waktu bapak itu menghampiri, aku udah selesai menyoblos dan mau masukin surat suaranya. (Maaf pak, kalah cepet :D )
***
Di hati kecilku rasanya janggal banget, gak damai.
Pertama, baru kali ini ada aturan HP kudu dititip. Padahal di pemungutan suara sebelumnya (putaran ke-satu atau pemilihan-pemilhan lainnya gak ada aturan ini. TPS yang sama loch.
(kalaupun di pemutaran pertama gak boleh bawa hp, lantas kenapa waktu ada peserta yang bawa hp gak ditegor ?)
Kedua, mereka tidak bisa menunjukkan bukti yang kuat.
Aku tidak paham, apakah memang seperti ini aturannya dari pemerintah, Kecamatan or Kelurahan ?
Penjelasan yang mereka kasih pun gak menunjukkan alasan yang masuk akal dan signifikan. Saya sangat menyayangkan hal tersebut.
Dua kata : SUPER ANEH!
***
Ini bukan mau mengjudge atau apa ya.. Ini hanya pemikiran and pendapat aku aja.
Mungkin maksud mereka HP dititpin biar peserta fokus dalam mencoblos dan gak ada antrian panjang di TPS.
Hati nuraniku bilang : Ini modus kebohongan dan kecurangan.
Bisa aja, saat penghitungan suara ada kecurangan.
Gak boleh bawa HP karena pasti peserta akan foto jika menemukan hal-hal aneh terus di upload terus dilaporin ke KPU terus mereka ketakutan.
***
|
Ini TPS ku, mana TPS mu |
Jujur, agak kecewa dengan TPS 22 Jakarta Pusat, kecamatan Sawah Besar, Kelurahan Kartini. Tapi mau gimana lagi yaa, mereka merasa benar tanpa bukti yang kuat. Dan aku tidak mau memperpanjang 'perbincangan' di TPS tadi.. Hahaha...
Pelajaran yang aku dapat adalah :
"Satu kejujuran menyelamatkanmu. Satu kebohongan menjatuhkanmu."
Sekali lagi, cerita ini ditulis dan dipublikasikan bukan untuk menjatuhkan tetapi ingin berbagi pengalaman dengan kalian semua. Kiranya, dari cerita ini pembaca mendapatkan hikmah dan pelajaran penting tentang kehidupan.
Siapapun Gubenur yang terpilih untuk DKI Jakarta, itu adalah yang terbaik dari Tuhan dan dapat mengemban tugasnya dengan sangat baik sesuai visi misi yang mereka kumandangkan selama kampanye.
Ini adalah ceritaku tentang Pilkada Jakarta Putaran Kedua :)
Jakarta, 19 April 2017
Jessica