Baru-baru ini BPJS menghebohkan Indonesia dengan pengumuman kenaikan iuran BPJS bagi peserta mandiri.
Penyesuaian iuran ini berlaku efektif mulai tanggal 1 April
2016 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016.
Adapun perubahan iuran tersebut adalah:
Adapun perubahan iuran tersebut adalah:
1. Ruang perawatan kelas III menjadi
Rp 30.000 dari sebelumnya Rp 25.500 per bulan.
2. Ruang perawatan kelas II menjadi Rp 51.000 dari sebelumnya Rp 42.500 per bulan.
3. Ruang perawatan kelas I, menjadi Rp 80.000 dari sebelumnya Rp 59.500 per bulan.
2. Ruang perawatan kelas II menjadi Rp 51.000 dari sebelumnya Rp 42.500 per bulan.
3. Ruang perawatan kelas I, menjadi Rp 80.000 dari sebelumnya Rp 59.500 per bulan.
Tentu kenaikan ini menimbulkan pro dan kontra, namun saya
tidak membahas pro dan konta tersebut. Saya akan menceritakan bagaimana
kehadiran BPJS menjadi sarana saya belajar menolong sesama.
***
Saya mulai mengetahui ada BPJS di Indonesia ketika papi
sakit. Seseorang menyarankan untuk mendaftarkan anggota keluarga ke BPJS.
Menurut beliau BPJS bisa menanggung semua biaya berobat, operasi, dll. Karena
keluarga saya tidak memiliki cukup biaya, akhirnya mengurus keangotaan BPJS.
Sejak awal punya BPJS, saya biasa saja. Sesuatu yang waoh
banget belum saya rasakan. Memang, saya dan beberapa anggota keluarga serta
rekan sudah merasakan manfaat dari BPJS tersebut.
Suatu hari saya berpikir :
“Hebat BPJS bisa menanggung biaya operasi, perawatan sebesar
itu ? Padahal iuran yang dibebankan sebesar Rp
59.500”
Terjadilah percakapan kecil di batin saya :
“Bukan BPJS-nya yang hebat tetapi orang-orang di dalamnya”
“Siapa ?”
“Pencetus gagasan ini dan para peserta BPJS”
“???”
“Coba deh ingat lagi gimana om kamu bisa operasi dan
mendapatkan perawatan yang cukup baik. Kamu tau gak itu uang siapa ?”
“Uang kita.”
“Iya uang kita, lebih tepatnya uang masyarakat Indonesia.”
Setelah dipikir dan dan direnungkan lagi …
“Iya juga ya, uang dari saya tidak seberapa. Mungkin hanya
cukup untuk biaya obat saja. Tetapi dengan adanya masyarakat yang bergabung
menjadi anggota BPJS, om saya bisa selamat menjalankan operasi dan perawatan
yang cukup baik”
***
Akhir tahun 2015 saya mengikuti campaign dengan tema
‘memberi gak harus mahal’. Ini campaign unik yang belum pernah saya ikuti
sekaligus lebih membuka paradigma saya tentang menolong.
Sederhana yang saya lakukan saat itu, memberikan
tips/menolak kembalian dari driver ojek.
Teringatlah, mami saya. Sejak muda sampai sekarang, Beliau
belajar menolong orang. Tidak mewah yang Beliau lakukan, tidak selalu dalam
bentuk materi (padahal saya sering lihat tetapi baru sadar maknanya).
Campaign ‘memberi gak harus mahal’ jadi sarana saya belajar
lebih dalam tentang menolong (sekaligus menyadarkan saya).
***
Sering kita berpikir, menolong orang itu harus punya uang,
harta yang banyak, atau minimal dalam jumlah yang besar. Ada juga yang
berpikir, menolong orang itu hanya menyusahkan saja. Berkata:
“Tidak punya uang”
“Tidak punya waktu”
“Saya saja sedang susah masa harus menolong?”
Dan berbagai alasan lainnya.
Lewat campaign akhir tahun 2015 lalu dan peneguhan dari mami
saya, bahwa belajar menolong tidak harus tunggu kita bahagia, punya uang/harta
banyak, atau memberikan dalam jumlah yang besar. Belajar menolong dimulai dari
hal-hal kecil yang mungkin bagi kita tidak berarti apa-apa. Namun bagi yang
menerima sangat berarti.
Contohnya BPJS tadi, kalau tidak ada orang-orang yang turut
ambil bagian menjadi anggota BPJS, bisa saja saya tidak akan bertemu om saya
lagi.
Nilai tertinggi dari belajar menolong adalah ketulusan hati
dan sukacita.
***
Naiknya iuran BPJS 1 April mendatang, biar semakin
menyemangati saya dan kalian untuk belajar menolong sesama :)
#ShareHISstory
Watch this is :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar