Rabu, 11 Desember 2013

Tragedi Bintaro II: Lahirnya Tiga Serangkai

Tabrakan maut antara kereta commuter line jurusan Serpong-Tanah Abang dengan truk yang membawa 24 kiloliter bahan bakar minyak (BBM) di Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan, Senin 9 Desember 2013 mengudang perhatian banyak pihak, termasuk saya. Sejak peristiwa ini diberitakan, saya terus mengikuti perkembangannya meski tidak turun langsung. Hanya melalui para pencari berita yang tetap setia menuliskan berbagai informasi terkait peristiwa ini.

Tragis. Itulah kata pertama yang terucap dari bibir saya. Siapa sih yang mau kembali ke rumah Bapa dengan keadaan mencekam seperti itu? Siapa yang tau akan ada tabrakan maut? Saya percaya tidak ada satu orang pun menginginkan hal tersebut (kecuali saraf di otak sudah mulai konslet). Membayangkan saja saya sudah ngeri, apalagi dengan orang-orang yang mengalaminya langsung? Saya tak dapat pastikan bagaimana kondisi tubuh dan psikisnya.

“Kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi beberapa detik ke depan”

Setiap peristiwa/ kejadian dalam hidup pasti memiliki makna dan pelajaran hidup yang sayang untuk dilupakan. Demikian dengan tabrakan maut ini, saya menenukan sebuah pelajaran yang membuat hati  tertegun, haru, sekaligus refleksi diri.

      1. Truk 24 kiloliter BBM
Jika diperhatikan lebih mendalam, hidup kita ini adalah kumpulan dari hal-hal kecil. Sayangnya, mata kita di’buta’kan dengan hal-hal besar yang menjanjikan reward lebih. Terlepas dari kelalaian sang supir yang menerobos rel kereta api, kita bisa belajar bahwa ‘hanya’ menerebos sanggup merugikan banyak orang. Artinya apa? Setiap hal kecil yang kita pandang sebelah mata ‘ternyata’ memiliki pengaruh atau dampak besar. Bagaimana dengan kehidupan kita ?

2.  Masinis, asisten masinis, dan teknisi
Bagi saya, Darman Prasetyo, masinis , Agus Suroto, asisten masinis dan Sofyan Hadi, teknisi adalah tiga serangkai ketiga di Indonesia setelah Tiga Serangkai pelopor nasionalisme Indonesia: E.F.E. Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Indische Partij, partai politik pertama di Hindia Belanda dan Tiga Serangkai pelopor Republik Indonesia: Soekarno, Mohammad Hatta, Soetan Sjahrir yang merupakan tiga pemimpin kunci pertama Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Mengapa saya menyebut tiga serangkai?
Yang pertama karena jumlahnya tiga (pasti). Kedua, mereka memiliki kesatuan visi dan misi yang tidak kalah hebat dengan tiga serangkai terdahulunya. Seperti yang diutarakan seorang penumpang selamat kepada Direktur Utama PT KAI Ignatius Jonan, bahwa teknisi, Sofyan Hadi meminta para penumpang di gerbong pertama untuk mundur ke belakang. Setelah memberitahu ia (Sofyan Hadi) kembali ke ruang masinis. Hal senada juga diutarakan oleh penumpang terluka Effendi (54), sebelum kecelakan itu terjadi, asisten masinis sempat memberitahunya untuk hati-hati. Dari keterangan diatas, saya dapat melihat bagaimana kesatuan visi dan misi dari ketiganya. Mereka bukan saja sekedar bekerja untuk menunjang kehidupannya, lebih dari itu, mereka mengabdi bagi banyak orang. Hal kecil yang dilakukan teknisi maupun asisten masinis, telah membuktikan ada dampak besar yang terjadi.

“Pahlawan Sejati ialah yang tidak mementingkan dirinya sendiri namun tetap berjuang sampai garis finish”

Saya yakin, mereka (tiga serangkai) tidak menginginkan hal ini terjadi dan lebih istimewanya kenaikan pangkat yang mereka terima. Pelajaran yang sangat mengesankan dan menjadi ‘cambuk’ bagi saya. Apapun profesi kita saat ini, lakukanlah dengan sebaik-baiknya serta semaksimal mungkin dan bukan semata untuk diri sendiri , (ingat) ada orang lain juga.


Selamat jalan para pemenang-pemenang hidup.

(Jessica)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar